Untuk menjadi sebuah disiplin-ilmu, mengapa psikologi menempuh waktu yang relatif sangat lama?
Mungkin penyebabnya adalah belum bisa diamatinya pikiran manusia. Baru pada tahun 1850-an, terbukalah peluang untuk menyelidiki pikiran manusia. Beginilah evolusi psikologi.
Anda di sini: Kuliah 3 Idiot » Ilmu Pengetahuan Umum / Pelatihan Gayahidup Sehat » Psikologi Umum » Disiplin Ilmu Psikologi » Ilmu Psikologi: Evolusioner ataukah Revolusioner?
Evolusi Psikologi sebagai Sains
Disadur dari buku kuliah tiga profesor Harvard University, Daniel L Schachter, Daniel T Gilbert, & Daniel M Wegner, Psychology, European Edition (Worth, 2012), Bab 1, "Psychology: the evolution of a science", p. 3-5. | Hak cipta saduran Indonesia © 2014 Tiga Idiot
Pada pertengahan abad ke-19, masyarakat Eropa mengalami masa perubahan yang bergejolak. Semua ilmu-alam menyaksikan pergolakan yang luar biasa. Berbagai temuan ilmiah baru di masa itu menimbulkan perkembangan teknologi yang mengarah pada revolusi industri yang tak pernah terlihat sebelumnya.
Di tengah pergolakan itu, lahirlah sebuah sains baru. Ilmu baru ini dijuluki Psychology. Istilah ini berasal dari kombinasi kata Yunani psyche ('jiwa') dengan logos ('ilmu').
Asal-usul ilmu baru ini bisa ditelusuri ke belakang sampai ke awal peradaban manusia, yang belum memiliki data atau teori apa pun yang layak dicatat. Ketika itu, fokus utama penelitiannya adalah manusia, tanpa hubungan yang jelas dengan teknologi atau pun industri.
Walaupun persoalan psikologis telah mengisi benak para pemikir terdahulu sekuno Yunani klasik, istilah 'psikologi' itu baru muncul di pers Inggris pada tahun 1853. Sebelum abad ke-19, psikologi belum bisa dianggap sebagai 'ilmu' karena belum memenuhi satu syarat, yaitu upaya sistematis untuk mengemukakan atau pun menguji hipotesis. Para filsuf memang telah memberi wejangan tentang alam pikiran, tetapi psikologi belum diperhitungkan sebagai sains.
Tidaklah jelas mengapa psikologi menempuh waktu yang relatif sangat lama. Mungkin penyebabnya adalah tak bisa diamatinya pikiran manusia atau kurangnya metode yang pas untuk mengukurnya. Bagaimanapun, salah satu faktor utamanya adalah bahwa penelitian terhadap manusia itu dibatasi secara berbahaya menjadi kawasan yang dijadikan hak prerogatif agama.
Baru pada tahun 1850-an, ketika kawasan tersebut semakin diusik oleh para ilmuwan yang mencari cara-cara pengukuran dan pemaparan dunia alamiah ini, terbukalah peluang untuk menyelidiki pikiran manusia.
Tak kurang dari seorang raksasa intelektual Charles Darwin (1809-82) turut membuka peluang tersebut. Di bukunya tentang seleksi alam, Darwin memprediksi: "Psikologi itu niscaya akan dilandaskan pada suatu pondasi baru, pondasi pemerolehan kapasitas dan kekuatan mental yang berjenjang. Sinarnya akan tersorot ke arah manusia dan sejarahnya."
Teori evolusi Darwin tentang seleksi alam itu menyatakan bahwa sifat-sifat suatu organisme yang membantunya bertahan hidup dan bereproduksi itu lebih berkemungkinan untuk diwariskan ke generasi-generasi berikutnya. Darwin berpandangan, mungkin tak ada alasan untuk membedakan antara mekanisme yang menyeleksi sifat-sifat dan perilaku-perilaku di kerajaan binatang dan mekanisme yang menyeleksi unsur-unsur yang terdapat pada manusia. Darwin menganggap bahwa pikiran dan perilaku manusia merupakan produk dari tubuh, sehingga juga merupakan subyek proses seleksi alam.
Jadi, psikologi telah lahir. Namun kemudian, ada pula cendekiawan-cendekiawan yang menentang pandangan bahwa psikologi manusia bisa dijelaskan dan diprediksi oleh proses-proses teratur yang bisa diukur. Bahkan Alfred Russell Wallace (1823-1913), yang juga turut menjadi penemu [teori] seleksi alam, menolak ide tersebut.
Seperti Darwin, Wallace setuju bahwa tubuh manusia berkembang. Namun, ia berpandangan bahwa Homo Sapiens memiliki "sesuatu yang bukan berasal dari hewan leluhurnya--suatu hakikat atau esensi spiritual ... [yang] hanya bisa mendapatkan penjelasan di semesta Spirit yang tak terlihat." Wallace tidak mau menerima bahwa rumitnya pikiran manusia modern bisa timbul dengan cara yang serupa sebagaimana sistem biologis lainnya berkembang.
Bagaimana tanggapan Darwin? Ketika Wallace menerbitkan pandangannya itu pada tahun 1869, Darwin menulis kepada dia: "Saya bertolak belakang dengan Anda; saya berpandangan, kita tidak perlu mencari suatu penyebab tambahan atau pun suatu kekuatan adikodrati perihal Manusia ... Saya harap Anda belum membunuh anak saya dan anak Anda sendiri." (Anak yang disebut Darwin ini adalah teori seleksi alam. Teori ini akan menjadi perangsang bagi pertumbuhan psikologi sebagai sebuah sains baru.)
Riwayat Psikologi Saat Ini
Segera sesudah On the Origin of Species, Darwin menulis dua buku mengenai psikologi: The Descent of Man (1871) dan The Expression of the Emotions in Man and Animals (1872). Walau dua bukunya ini tampak menekankan manusia, pada dasarnya ia masih seorang biolog alam yang melaporkan observasi-observasi. Supaya psikologi menjadi sains, dibutuhkan teknik-teknik, pengukuran-pengukuran, dan eksperimen-eksperimen baru untuk menguji hipotesis-hipotesis mengenai pikiran dan perilaku. Sejumlah ilmuwan lain sepeninggal dialah yang menyambut tantangan Darwin untuk menempa ilmu baru ini.
Di berbagai penjuru Eropa, para ilmuwan bermunculan dengan berminat pada eksperimen terhadap pikiran dan perilaku. Di Jerman, terdapat tradisi kuat pada eksperimen untuk menguji tanggapan tubuh manusia terhadap simulasi yang akan menimbulkan perkembangan teknik-teknik baru untuk mengukur proses-proses bawah-sadar. Di Perancis, terdapat minat pada unsur-unsur benak dan pengaruh dari tipe kerusakan otak tertentu. Di Britania, pengukuran kecerdasan dan perbedaan individual berkembang.
Penyebaran penelitian psikologi di seluruh Eropa tersebut kuat, tetapi kajian ilmiah psikologi sesungguhnya mulai melesat di Amerika Serikat (AS) selama 150 tahun berikutnya. Ini tercermin dalam fakta bahwa sebagian besar penelitian psikologi masa kini diadakan di AS. Sekitar 64% dari 56.000 psikolog penelitian sedunia beroperasi di AS.
Dominasi psikologi di AS itu terutama lantaran sejumlah besar pelopor yang membawa ilmu baru ini ke Amerika dari Eropa. Yang paling menonjol diantara mereka ialah William James (1842–1910).
William James semula menempuh studi kedokteran di Harvard, tetapi ia begitu terkesan oleh psikologi yang merupakan ilmu baru yang ia jumpai di Eropa ini, sehingga sekembalinya ke AS, ia melepas studi kedokterannyta dan mengubah haluan untuk menjadi profesor pertama di bidang psikologi di Harvard University. Buku monumentalnya, The Principles of Psychology (1890), lebih bersifat deskriptif daripada ilmiah, tetapi di dalamnya, James menangani pertanyaaan-pertanyaan besar dengan wawasan yang cemerlang, sehingga masih menjadi salah satu dari buku-buku yang paling berpengaruh di bidang psikologi.
Andaikan William James masih hidup saat ini, mungkin ia terkesima oleh kemajuan intelektual yang berlangsung di dalam ilmu yang turut dia bangun ini. Kecanggihan dan keragaman psikologi modern memang menakjubkan.
Para psikolog masa kini merambah persepsi, memori, kreativitas, keadaan sadar, cinta, kecemasan, kecanduan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Mereka menggunakan teknologi untuk memeriksa apa yang terhadi pada otak orang-orang ketika mereka merasa marah, mengingat pengalaman masa lalu, melakukan hipnosis, atau pun menjalani tes kecerdasan. Mereka memeriksa dampak budaya terhadap individu, asal-usul dan penggunaan bahasa, bagaimana kelompok-kelompok terbentuk dan bubar, dan perbandingan antara orang-orang dari latarbelakang yang berlainan. Penelitian mereka tidak hanya memajukan ilmu pengetahuan dasar, tetapi juga penerapan praktisnya, termasuk cara perawatan baru untuk depresi dan kecemasan terhadap sistem baru yang memungkinkan organisasi-organisasi untuk berfungsi dengan lebih efektif.
Akan tetapi, untuk memahami perkembangan evolusionernya, kita perlu berkenalan dengan psikologi masa lalu. (Simak kuliah mendatang, "Akar-akar Psikologi".)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar