Dapatkah kita terima alasan seseorang bahwa dia melakukan kerja yang terbaik di bawah tekanan? Bila penyelesaiannya hanya sesaat sebelum tenggat waktu, dia akan baik-baik saja, 'kan?
Tidak! Klaim semacam itu justru kontraproduktif. Penundaannya akan merongrong kinerja dan membahayakan kesehatan.
Anda di sini: Kuliah 3 Idiot » Ilmu Pengetahuan Umum » Pengantar Psikologi Umum » Evolusi Psikologi sebagai Sains » Bahaya Penundaan terhadap Kesehatan & Kinerja.
Bahaya Penundaan
Diterjemahkan dari buku karya tiga profesor Harvard University (DL Schachter, DT Gilbert, dan DM Wegner), Psychology, European Ed. (Worth, 2012), Bab 1, "Psychology: The Evolution of A Science", hlm. 35 | Hak cipta terjemahan Indonesia © 2013 Tiga Idiot
Mengapa pikiran dan perilaku manusia itu mempesona? Salah satu sebabnya adalah karena mereka tidak bebas dari kekeliruan yang disebut hama pikiran.
Hama-hama pikiran itu memikat kita terutama sebagai jalur-jalur menuju pencapaian pemahaman yang lebih baik tentang aktivitas mental dan perilaku, tetapi mereka juga mempunyai konsekuensi praktis. Mari kita pertimbangkan sebuah hama pikiran yang dapat berdampak signifikan dalam kehidupan kita masing-masing: penundaan.
Ada kalanya kita menghindar dari melakukan suatu tugas atau menundanya untuk waktu mendatang. Tugas itu mungkin tidak menyenangkan, sulit, atau pun hanya kurang menghibur daripada hal lain yang bisa kita lakukan pada saat itu.
Bagi mahasiswa, penundaan bisa mempengaruhi banyak aktivitas akademik. seperti tugas menulis esai atau pun belajar untuk persiapan ujian. Penundaan akademik itu lazim: lebih dari 70% mahasiswa melaporkan bahwa mereka terbiasa dalam penundaan.
Penundaan dapat dipandang sebagai hama pikiran lantaran mencegah penyelesaian tugas pada waktu yang tepat. Walau pergi ke luar dengan teman-teman Anda pada suatu malam itu menyenangkan, lembur belajar pada tiga hari berikutnya menjelang ujian tidaklah begitu menyenangkan. Belajar sekarang, atau sekurang-kurangnya sedikit demi sedikit, mengenyahkan hama-pikiran penundaan yang menghantui Anda.
Sebagian penunda membela kebiasaan ini dengan mengklaim bahwa mereka cenderung melakukan kerja yang terbaik di bawah tekanan. Dalih lainnya, mereka memperhatikan bahwa selama suatu tugas dituntaskan, tidaklah masalah bila penyelesaiannya hanya sesaat sebelum tenggat waktu. Adakah manfaat dari klaim-klaim semacam itu? Ataukah itu hanya dalih untuk perilaku yang kontraproduktif?
Sebuah penelitian terhadap 60 mahasiswa psikologi menyediakan beberapa jawaban yang menarik.
Pada awal semester, sang dosen mengumumkan tanggal tenggat waktu untuk tugas penulisan makalah. Ia pun memberitahu para mahasiswa bahwa jika mereka tidak bisa memenuhi tanggal tersebut, mereka bisa menerima perpanjangan waktu.
Sekitar sebulan kemudian, para mahasiswa melakukan pendataan untuk mengukur kecenderungan mereka terhadap penundaan. Pada saat yang sama, dan sekali lagi pada pekan terakhir, mereka mencatat gejala-gejala kesehatan yang mereka alami selama sepekan terkini, besarnya stres yang mereka alami selama pekan tersebut, dan jumlah kunjungan ke klinik kesehatan selama bulan sebelumnya.
Para mahasiswa yang skornya tinggi pada skala penundaan cenderung terlambat dalam menyerahkan makalah. Para penunda ini melaporkan bahwa selama sebulan sebelum menempuh matakuliah ini mereka kurang mengalami stres lebih sedikit mengalami gejala penyakit fisik daripada rekan mereka yang bukan penunda. Namun pada akhir semester, para penunda itu melaporkan stres yang lebih besar, gejala penyakit yang lebih banyak, dan kunjungan ke klinik kesehatan yang lebih sering daripada yang bukan penunda. Para penunda itu juga mendapat nilai yang rendah pada makalah mereka dan pada ujian matakuliah tersebut.
Dengan demikian, penelitian tersebut menunjukkan bahwa penundaan itu memberi suatu manfaat: para penunda itu cenderung merasa lebih baik pada waktu awal, ketika mereka menunda dan tenggat waktunya masih jauh di waktu mendatang. Namun mereka mendapat ganjaran yang signifikan atas kelegaan jangka-pendek itu: para penunda tidak hanya menderita stres yang lebih besar dan masalah kesehatan yang lebih banyak ketika mereka bersusah-payah untuk menyelesaikan tugas mereka menjelang tibanya tenggat waktu, melainkan juga melaporkan [mengalaminya] sepanjang semester.
Bahkan, tidak ada bukti untuk mendukung pandangan bahwa para penunda itu "melakukan kerja yang terbaik di bawah tekanan". Kinerja akademik mereka justru lebih buruk daripada yang bukan penunda.
Oleh karena itu, disamping memanfaatkan kiat-kiat yang tersaji di artikel "Psikologi Terapan: Lejitkan Keterampilan Studi", sebaiknya Anda tidak melakukan penundaan pada matakuliah ini dan matakuliah lainnya.
Di manakah posisi Anda dalam hal penundaan? Hitunglah skor penundaan Anda dengan memberi angka pada pernyataan-pernyataan di bawah ini pada skala 1-5. Maksudnya, 1 = tidak sama sekali, 2 = jarang, 3 = kadang-kadang, 4 = sering, 5 = selalu.
Seberapa seringkah dalam seminggu ini Anda berperilaku atau berada dalam keadaan berikut ini?
- Melamun ketika belajar
- Mempelajari materi kuliah yang sudah Anda rencanakan
- Tidak punya energi untuk belajar
- Sudah siap belajar pada waktu tertentu, tetapi tidak melakukannya
- Berhenti belajar ketika pembelajarannya tidak berjalan dengan lancar
- Berhenti belajar lebih awal dalam rangka melakukan hal lain yang lebih menyenangkan
- Menunda penyelesaian tugas
- Membiarkan diri melakukan selingan dalam menjalankan tugas
- Mengalami masalah konsentrasi ketika belajar
- Berhenti belajar sementara dalam rangka melakukan hal lain
- Lupa mempersiapkan hal-hal untuk belajar
- Melakukan begitu banyak hal lain, sehingga tidak tersedia waktu yang memadai untuk belajar
- Berpikiran bahwa Anda memiliki cukup waktu yang tersedia, sehingga sebenarnya tidak ada kebutuhan untuk mulai belajar
Jadi, berapa skor Anda? Pada penelitian orisinal, para mahasiswa berskor antara 18 dan 63. Skor rata-ratanya sebesar 42,7. Anda mungkin bisa menebak bahwa semakin tinggi skor Anda, semakin besar masalah penundaan Anda!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar