Mengapa perlu kita sadari kebodohan diri?
Orang yang secara intelektual sombong itu tidak selalu kelihatan angkuh, besar mulut, muluk, atau pun merasa serba cukup. Bisa saja orang yang arogan ini tampak rendah-hati. Sayangnya, kita bisa yakin bahwa kita mengetahui hal-hal yang tidak kita ketahui.
Anda di sini: Kuliah 3 Idiot » Ilmu Pengetahuan Umum » Berpikir Kritis » Rendah-Hati Intelektual: Sadari Kebodohan Diri.
Temukan Luasnya Kebodohan Diri
Disadur dari Paul & Elder, Critical Thinking for taking charge of your learning and your life 3rd Ed. (2012), p. 7-9. | Hak cipta terjemahan Indonesia © 2013 Tiga Idiot
Rendah-hati intelektual adalah mengembangkan sikap tahu diri akan luasnya kebebalan diri sendiri. Secara demikian, rendah-hati intelektual mencakup keinsafan mendalam bahwa egosentrisme bawaan mungkin berfungsi menipu diri-sendiri (sehingga menyangka lebih tahu daripada yang sebenarnya). Keinsafan ini berarti sadar akan bias, prasangka, dan keterbatasan sudutpandang diri-sendiri. Keinsafan ini meliputi kesadaran yang tajam akan luasnya kebodohan diri ketika memikirkan persoalan apa pun, terutama kalau persoalan itu bermuatan emosi. Rendah-hati intelektual adalah mengakui bahwa kita seharusnya tidak mengklaim lebih daripada yang sebenarnya kita ketahui. Ini bukan sekadar menyiratkan kemauan untuk menerima, melainkan juga mencekal diri dari bersikap sok tahu, berbicara muluk, membual, atau pun congkak. Untuk itu, kita perlu mengenali dan menilai landasan keyakinan-keyakinan kita, terutama yang tidak bisa didukung dengan alasan-alasan yang baik.
Lawan dari rendah-hati intelektual adalah arogansi intelektual, suatu kecenderungan alamiah untuk menyangka bahwa diri sendiri lebih tahu daripada yang sebenarnya. Arogansi intelektual itu kurang atau tidak melakukan perenungan tentang penipuan diri-sendiri atau pun keterbatasan sudutpandang diri-sendiri. Orang yang secara intelektual sombong itu sering tergerogoti oleh bias dan prasangkanya sendiri dan sering mengklaim tahu walau sebenarnya kurang tahu.
Orang yang secara intelektual sombong itu tidak selalu kelihatan angkuh, besar mulut, muluk, atau pun merasa serba cukup. Bisa saja orang yang arogan ini tampak rendah-hati. Contohnya, sebagian pemeluk agama, yang secara tekstual mengikuti semua kata-kata dalam kitab suci, yang dipercayai kebenarannya walau tidak dipahami oleh si pemeluk agama, bisa saja tampak mencela diri-sendiri. Misalnya: "Saya tidak tahu apa-apa. Tuhan dan Rasul-Nya-lah yang lebih tahu."
Sayangnya, kita mampu meyakini bahwa kita mengetahui hal-hal yang tidak kita ketahui; berbagai kepercayaan sesat, miskonsepsi, prasangka, ilusi, mitos, propaganda, dan kebebalan kita sendiri terlihat bagi kita sebagai kebenaran nyata yang sesungguhnya. Bahkan, bila ditentang, kita sering enggan untuk menerima bahwa pemikiran kita tidak sempurna. Bukannya mengakui keterbatasan pengetahuan kita, justru kita mengabaikan atau menutup-nutupi keterbatasan ini. Dengan demikian, kita menjadi sombong intelektual walaupun merasa rendah-hati.
Contohnya, Menteri Agama RI Suryadharma Ali menyatakan, "Saya waktu itu pernah mengatakan akan memberikan bantuan kepada mantan jemaah ahmadiyah. Saat itu, saya belum mengetahui dari mana uang untuk bantuan. Namun, dengan ridho Allah SWT, kami bisa bekerjasama dengan beberapa bank nasional dalam penyaluran CSR." (Kompas, 2 September 2013)
Dengan pernyataannya itu, secara tersirat sang menteri mengklaim bahwa kerjasamanya dengan beberapa bank nasional itu diridhoi Tuhan. Beliau tidak menyadari bahwa hanya melalui arogansi intelektuallah beliau bisa yakin mengetahui "keridhoan Tuhan". (Apakah sang menteri memperoleh wahyu dari Tuhan yang mengabarkan bahwa Dia meridhoi kerjasama dengan beberapa bank tersebut?)
Arogansi intelektual tidak selaras dengan keadilan pikiran karena kita tidak bisa menilai dengan adil bila kita berada dalam keadaan bebal tentang apa yang kita nilai. Jika kita bebal mengenai suatu agama (Yahudi, misalnya), maka kita tidak bisa menilainya secara adil; kalau kita memiliki miskonsepsi, prasangka, atau pun ilusi mengenai agama ini, maka kita akan secara zalim melakukan penilaian yang menyimpang. Kita cenderung salah paham. Pengetahuan keliru, miskonsepsi, prasangka, dan ilusi kita akan merintangi kita untuk bersikap adil. Kita akan cenderung menilai terlalu cepat dan terlalu subjektif dalam melakukan penilaian. Semua kecenderungan ini lazim dalam pemikiran manusia.
Mengapa rendah-hati intelektual itu sangat penting untuk pemikiran level-tinggi kita? Disamping mendorong kita untuk menjadi pemikir yang adil, mengetahui kebebalan kita itu dapat meningkatkan pemikiran kita dengan berbagai cara. Sikap rendah-hati intelektual itu bisa memungkinkan kita untuk mengenali prasangka, kepercayaan sesat, dan kebiasaan pikiran diri-sendiri yang menimbulkan pembelajaran yang cacat. Sebagai misal, bayangkan kecenderungan kita untuk belajar secara dangkal: Kita belajar sedikit, tetapi mengira tahu banyak; kita mendapat informasi yang terbatas, tetapi dengan tergesa-gesa melakukan generalisasi berdasarkan itu; kita menganggap bahwa belajar itu berarti menghafal; kita menerima begitu saja apa yang kita simak dan kita baca--terutama bila yang kita simak atau kita baca itu selaras dengan kepercayaan yang secara mendalam dianut oleh kelompok kita atau pun oleh kita sendiri.
Matakuliah Berpikir Kritis ini mendorong rendah-hati intelektual dan turut menyadarkan Anda perihal arogansi intelektual. Perhatikanlah apakah sejak saat ini, Anda bisa mulai mengembangkan keinsafan diri bahwa pengetahuan Anda terbatas. Teruslah mendeteksi arogansi intelektual Anda dalam kehidupan Anda (yang mestinya bisa dijumpai setiap hari). Setiap kali terdeteksi, rayakanlah keinsafan tersebut. Berilah ganjaran kepada diri-sendiri lantaran menemukan kelemahan pemikiran Anda.
Anggaplah bahwa mengenali kelemahan diri itu merupakan kekuatan yang penting, bukan kelemahan. Untuk sekarang, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
- Dapatkah Anda menyusun daftar prasangka-prasangka Anda yang paling signifikan? (Pikirkanlah apa yang Anda percayai mengenai negeri Anda, agama Anda, sahabat Anda, dan keluarga Anda, hanya karena orang-orang lain menyampaikan hal-hal itu kepada Anda.)
- Pernahkah Anda mendukung atau pun menentang argumen ketika Anda memiliki bukti yang sedikit sebagai landasan pertimbangan Anda?
- Pernahkah Anda menganggap bahwa kelompok Anda (keluarga Anda, agama Anda, bangsa Anda, sahabat Anda) benar (ketika bertentangan dengan kelompok lain) walaupun Anda tidak punya informasi yang memadai untuk menentukan bahwa itu benar?
komentar dari kutipan anda,,,disebabkan karna nda tidak mengetahui makna dari ucapan mentri agama itu
BalasHapus"Dengan pernyataannya itu, secara TERSIRAT [bukan tersurat] sang menteri mengklaim bahwa kerjasamanya dengan beberapa bank nasional itu diridhoi Tuhan."
Hapusdefinisi adil itu apa pak?tolong dijawab, artikel anada ini sepertinya bukan menyadari kebodohan, tapi membodohkan diri...
BalasHapusTidak perlu saya mendefinisikan kata "adil" yang anda tanyakan di sini, karena saya menyadari kebodohan saya :P
Hapus