Filsafat itu metode berpikir tentang pemikiran. Para filsuf itu menjadi perambah di sudut2 dan celah2 pengetahuan manusia yang biasanya terlalu disoroti atau pun terlalu diabaikan.
Filsafat merupakan petualangan pikiran yang menakjubkan, namun tanpa henti.
Anda di sini: Kuliah 3 Idiot » Ilmu Pengetahuan Umum / Pendidikan Moral Warga Dunia » Pengantar Filsafat Umum » Pengertian: Filsafat Itu Apa?
"Ada pepatah lama yang mengatakan bahwa filsafat tidak membuat roti. Mungkin benar pula bahwa tak pernah ada roti yang dibuat tanpa filsafat. Sebab, kegiatan membuat roti itu menyiratkan suatu putusan terhadap sebuah persoalan filosofis, yaitu apakah kehidupan ini memang layak dijalani ataukah tidak sama sekali. Para pembuat roti mungkin tidak sering merenungkan pertanyaan tersebut dengan banyak kata. Namun, secara tradisional filsafat itu sekurang-kurangnya berusaha bertanya dan menjawab ... pertanyaan-pertanyaan besar tentang kehidupan yang direnungkan oleh orang-orang awam pada saat-saat tertentu." --Time, January 7, 1966
Apa Maksudmu, Filsafat??
Diterjemahkan dari buku kuliah James L. Christian, Philosophy: An Introduction to the Art of Wondering, 11th Edition, (Wadsworth, 2012), "What Do You Mean, Philosophy??", p. xxi-xxiv | Hak cipta terjemahan Indonesia © 2014 Tiga Idiot
1. Sesekali, pada waktu senggang, pergilah ke toko buku besar dan melihat-lihat. Periksalah berbagai buku psikologi, antropologi, fisika, kimia, arkeologi, astronomi, dan bidang-bidang nonfiksi lainnya. Lihat bab terakhir di setiap buku. Kecuali dalam beberapa kasus yang mengejutkan, akan kau dapati bahwa sang penulis memilih mengakhiri karyanya dengan suatu rangkuman dari isi bukunya. Maksudnya, dengan telah menulis sebuah buku utuh tentang bidang studi tertentu yang mungkin salah seorang otoritasnya ialah dirinya sendiri, ia dapati bahwa ia juga memiliki ide tentang makna yang lebih dari (atau konteks yang lebih luas untuk) fakta-fakta telah ia tuliskan. Bab terakhir itu bisa berjudul "Simpulan", "Epilog", "Pasca-naskah", "Pandangan Pribadi Saya", "Implikasi", "Komentar", "Spekulasi", atau (sebagaimana dalam satu kasus) "Lalu Apa?" Namun dalam setiap kesempatan tersebut, sang penulis berusaha untuk menjelaskan implikasi yang lebih luas dari materi kajiannya dan untuk menerangkan pemikirannya tentang bagaimana materinya itu berkaitan dengan bidang-bidang lain atau dengan kehidupan. Ia terdorong untuk memberitahu kita makna dari semua fakta yang telah ia kumpulkan. Ia ingin berbagi dengan kita implikasi-implikasi yang lebih luas dari apa yang telah ia tulis.
Ketika ia melakukan itu, sang penulis bergerak melampaui peran seorang spesialis di bidangnya. Ia sedang berfilsafat.
2. Ini merupakan buku kuliah dalam filsafat sinoptik. Ini merupakan undangan untuk merenungkan masalah-masalah yang tak selesai-selesai, yang berbobot, tentang eksistensi manusia, dalam perspektif yang seluas mungkin. Ini merupakan undangan untuk berpikir--untuk penasaran, bertanya, bernalar, bahkan berfantasi--dalam pencarian yang abadi terhadap kearifan. Singkatnya, filsafat sinoptik adalah sebuah upaya untuk merangkai garis-garis cahaya yang saling berhubungan antara semua alam pikir manusia yang berlainan, dengan harapan bahwa wawasan-wawasan baru akan mencuat seperti seribu fajar.
3. Pada hakikatnya, filsafat merupakan usaha lakukan-sendiri. Terdapat kesalahpahaman umum bahwa filsafat--seperti kimia atau sejarah--memiliki isi untuk ditawarkan, suatu isi yang perlu diajarkan oleh pengajar dan perlu dipelajari oleh mahasiswa. Ini tidak benar. Tidak ada fakta, teori, atau pun kebenaran final yang melintas melalui filsafat. Tidak ada pula yang dianggap diterima dan diyakini [kebenarannya]. Alih-alih, filsafat adalah suatu keterampilan yang lebih menyerupai matematika dan musik; filsafat itu merupakan sesuatu yang perlu dibiasakan untuk dilakukan.
Maksudnya, filsafat merupakan metode. Filsafat itu mempelajari bagaimana mengajukan dan mengajukan lagi pertanyaan-pertanyaan sampai jawaban-jawaban yang penuh-makna mulai tampak. Filsafat itu mempelajari bagaimana menghubungkan materi-materi. Filsafat itu mempelajari ke mana pergi untuk mencari informasi terkini yang paling andal yang bisa menyoroti suatu masalah. Filsafat itu mempelajari bagaimana memeriksa dan memeriksa lagi klaim-klaim, dalam rangka verifikasi. Filsafat itu mempelajari bagaimana menolak klaim-klaim yang sesat-pikir--tak peduli betapa memukau otoritas yang menganut klaim tersebut atau pun seberapa mendalam kita mungkin meyakininya secara pribadi.
4. Bahkan sejak Sokrates mengisi hari-harinya di pasar, berbaur dengan warga Athena dalam percakapan-percakapan yang mendalam, pesan filsafat adalah bahwa pemikiran awam sehari-hari tidaklah memadai untuk memecahkan masalah-masalah penting kehidupan. Jika kita serius hendak menemukan solusi, maka kita perlu belajar berpikir dengan lebih cermat, lebih kritis, dan lebih tepat mengenai persoalan hidup sehari-hari.
5. Sejak sekitar duapuluh-enam abad yang lalu, filsafat telah menampung banyak definisi. Inilah definisi sederhana yang akan dipakai sebagai panduan dalam buku ini: Filsafat adalah berpikir kritis tentang pemikiran, dengan tujuan awal untuk bersentuhan dengan kebenaran mengenai realitas, dengan tujuan puncak untuk melihat Gambaran Besar dengan lebih baik.
Sering dikatakan bahwa para filsuf terlibat dalam dua tugas dasar: "menguraikan"==menganalisis ide-ide untuk menemukan apakah kita betul-betul tahu apa yang kita pikir tahu--dan "menyatukan"--mensintesis semua pengetahuan kita untuk menemukan apakah kita dapat memperoleh pandangan yang lebih luas dan lebih baik tentang kehidupan. Maksudnya, para filsuf berusaha sekeras-kerasnya untuk menggali lebih dalam dan terbang lebih tinggi dalam rangka memecahkan masalah dan mencapai secuil kearifan tentang masalah kehidupan dan bagaimana menjalaninya.
Untuk mengerjakan semua itu, para filsuf berbicara banyak-banyak. Mereka melakukan dialog-dialog dengan siapa yang datang di dalam lingkungannya. Dan mereka sering berargumentasi. Argumentasi mereka bukan argumentasi awam yang berjuang untuk menang, melainkan argumentasi filosofis dengan berupaya menerangkan penalaran yang menjadi alasan pernyataan-pernyataan mereka; dan tak ada filsuf yang peduli mengenai kemenangan karena dalam argumentasi filosofis, setiap orang itu menang.
Para filsuf itu juga saling bertanya definisi masing-masing supaya yakin bahwa mereka berpikir dengan jelas. Mereka pun saling mendorong untuk berburu implikasi dari ide-ide dan pernyataan-pernyataan mereka. Mereka mendesak diri sendiri dan orang lain untuk memeriksa asumsi-asumsi dasar yang melandasi kepercayaan dan argumen mereka.
Para filsuf itu senantiasa menjadi perambah di sudut-sudut dan celah-celah pengetahuan manusia yang biasanya terlalu disoroti atau pun terlalu diabaikan. Filsafat merupakan petualangan pikiran yang menakjubkan namun tanpa henti.
6. "Akan tetapi, para filsuf terlibat dalam tugas kritis ini sebenarnya bukan untuk menyusahkan diri sendiri. Sesungguhnya, tujuan utama para filsuf ialah ... menyusun gambaran realitas seutuhnya, sehingga setiap unsur pengetahuan manusia dan setiap aspek pengalaman manusia akan menemukan tempatnya yang tepat. Singkatnya, filsafat merupakan pencarian manusia akan kesatuan pengetahuan: ini tercapai lantaran perjuangan yang terus-menerus untuk menciptakan konsep-konsep yang dengannya alam semesta dapat dimengerti sebagai suatu semesta dan bukan multimesta. Sejarah filsafat adalah sejarah upaya ini. Masalah filsafat adalah masalah yang muncul ketika upaya ini dibuat untuk menangkap kesatuan total ini....
Tak bisa disangkal bahwa upaya ini bertahan tanpa pesaing sebagai usaha yang paling berani dalam mengerahkan pikiran manusia. Renungkan saja sesaat: Beginilah manusia, dikelilingi oleh keluasan alam semesta, sedangkan ia hanyalah bagian yang mungil dan barangkali tidak signifikan--tapi ia ingin memahaminya." --William Halverson
7. Mahasiswa mesti sadar bahwa filsafat tak pernah menjadi sekadar satu jenis aktivitas dengan sebuah pendekatan tunggal terhadap sebuah tugas tunggal. Terdapat banyak jenis filsafat:
- filsafat sunyi dari mahaguru yang banyak melihat tapi sedikit bicara karena bahasa tidak merangkul kehidupan;
- dialektika riuh-rendah yang tegas dari Sokrates yang mengajukan pertanyaan kepada setiap orang;
- apologetika logis yang tenang dari Aquinas;
- filsafat mistik dari Plotinus dan Chuang-tzu;
- filsafat matematik dan simbolik dari Russell dan Wittgenstein;
- filsafat praktis sehari-hari yang penuh-darah dari Diogenes dan Epicurus;
- logika abstrak yang dahsyat dari Hegel;
- individualisme yang berpusatkan-pengalaman dari Sartre dan Camus;
- [dan lain-lain].
Setiap aliran filsafat berkonsentrasi pada sebagian aspek pengetahuan manusia. Filsafat analitis/logis bekerja lama dan keras mengenai kebingungan yang banyak mengusik pemikiran dan komunikasi kita. Pragmatisme berkonsentrasi pada penemuan solusi terhadap masalah eksistensi sosial manusia. Filsafat eksistensial mengenai bagaimana menjadikan hidup bermakna bagi setiap individu masing-masing. Aliran aktivis berargumen bahwa para filsuf menghamburkan terlalu banyak waktu untuk mencoba memahami dunia dan terlalu sedikit waktu untuk berusaha mengubahnya. Beberapa aliran filsafat, Timur dan Barat, menantang individu untuk berpaling dari masyarakat yang mengasingkan kita dan berusaha mencari keserasian dengan Alam atau Realitas Hakiki.
Setiap jenis filsafat telah banyak menyumbang di bidangnya masing-masing. Hampir pasti, masing-masing merupakan bagian dari zeitgeist (spirit zaman) yang melahirkannya dan dibicarakannya. Namun, aliran-aliran tersebut sama-sama merupakan upaya untuk menjernihkan pemikiran kita sehingga kita dapat merenung dengan lebih mudah dimengerti, lebih tepat, dan lebih jujur.
8. Dalam satu hal, materi filosofis dapat mengecoh. Karena filsafat itu menangani kehidupan dengan memeriksa jenis pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan setiap hari, sebagian dari materi bidang studi ini bisa memiliki lingkaran lazim yang mudah.
Faktanya, filsafat harus dikaji dengan cerdas sebagaimana segala bidang studi lainnya, bukan untuk mengingat data, melainkan untuk menata pikiran dalam gerakan menuju pengembangan konsep-konsep yang lebih luas, pengaitan ide-ide, dan penerobosan melampaui fakta-fakta dan kata-kata belaka. Dalam suatu pengertian, perkembangan intelektual terjadi pada kita; ini bukan sesuatu yang sesungguhnya kita lakukan. Namun, ini terjadi pada kita hanya bila benak kita diberi kesempatan untuk beroperasi pada waktunya. Benak itu mengambil sendiri waktunya untuk memproses informasi. Sebagian dari proses ini tentu saja bersifat sadar, tetapi sebagian besarnya merupakan proses bawah-sadar. Ini sebabnya, banyak wawasan filosofis terjadi begitu saja, seolah-olah cahayanya bergerak dari kedalaman naik ke atas dan bukan dari [atas] menurun yang sadar rasional.
Hanya kajian berdisiplin dengan pikiran terbukalah yang akan menghasilkan kesadaran filosofis. Wawasan dan kesadaran bahkan datang hanya dengan kerja tekun. Di zaman yang serba instan sekarang ini, masih belum ada kearifan yang instan.
9. Tidak ada dua orang diantara kita yang memiliki informasi yang sama persis, melihat hal-hal dari sudutpandang yang sama, atau pun berbagi nilai yang sama. Karena itu, setiap dari kita harus melakukan filsafat sinoptik dengan caranya sendiri yang unik. Mahasiswa yang memasuki aktivitas berfilsafat perlu waspada supaya tidak mengembangkan falsafah hidup yang mirip dengan falsafah hidup orang lain atau dengan falsafah suatu institusi. Hampir semua dari kita bersifat malas secara filosofis, dan gampang membenarkan pikiran orang lain dan mencari-cari alasan untuk membenarkan curian kita. Logikawan Britania, Wittgenstein, mengingatkan kita bahwa "pikiran yang tidak mandiri adalah pikiran yang hanya setengah dipahami." Begitu pula, falsafah hidup yang bukan merupakan produk otentik dari pengalamannya sendiri merupakan falsafah yang hanya setengah dipahami.
Tak seorang pun dari kita akan berhasil mengembangkan suatu falsafah yang tuntas; sebab, ketika kehidupan seseorang berubah, begitu pula pemikirannya. Falsafah hidup harus berubah ketika kehidupan berubah. Berfilsafat merupakan aktivitas yang tiada henti.
Oleh karena itu, buku kuliah ini hanyalah sebuah contoh dari filsafat sinoptik. Inilah falsafah hidup saya lantaran perspektif saya, minat saya, bidang pengetahuan saya, kepedulian pribadi saya, dan keterbatasan saya. Falsafah hidup Anda akan berbeda karena menjadi milik Anda saja.
Memang, upaya saya untuk melakukan filsafat sinoptik ini bisa menjadi sebuah panduan yang menunjukkan bagaimana filsafat sinoptik dilakukan. Sekalipun begitu, sekurang-kurangnya, ini merupakan ungkapan harapan agar pada suatu hari nanti, akan Anda pecahkan kontradiksi-kontradiksi eksistensi Anda sendiri dengan cara Anda sendiri. Anda pun akan bisa melihat kehidupan dengan cara yang lebih luas dan lebih penuh.
Pengertian: Filsafat Itu Apa?
- Stephen Palmquist, Filsafat Mawas : 'Pernah ada pohon; namanya "Filsafat". ... kita asumsikan saja--sebagai titik tolak yang mapan untuk segala pemeriksaan kita--bahwa hakikat dan unsur-unsur pohon menunjukkan gelagat mengenai hakikat dan unsur-unsur filsafat. Akan tetapi, seperti halnya prakiraan tulus apa pun, kita tidak akan mati-matian mempertahankan titik tolak itu dengan bukti-bukti yang tak terbantah; yang bisa kita lakukan hanyalah meyakini nilai dan kebenarannya, dan kemudian merambah berbagai implikasinya. Andaikan hasil akhirnya kurang memuaskan, kita buang saja prakiraan itu, lalu kita bertolak lagi dengan hipotesis-hipotesis baru.'
- .... (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar